Anda tahu “Pokemon Go”? Pokemon Go adalah permainan berbasis Android melalui Cell Phone. Target permainan adalah mencari sosok makhuk virtual bernama Pokemon melalui layar HP. Niantic, perusahaan pembuat permainan ini telah menempatkan jutaan pokemon di seantero bumi untuk diburu para pemain. Para pemain berburu untuk menangkap pokemon melalui GPS.
Sepanjang hari kemarin, saya telah menemukan puluhan para pemburu pokemon di pasar Dandenong, sebuah pasar di kota Melbourne. Katanya, para remaja (dan juga orang tua) di Jakarta dan kota-kota besar Indonesia juga mabuk dengan permainan ini. Bahkan, banyak tukang ojek di Jakarta yang membuka pelayanan baur ojek, yakni: “ Pelayanan Pengejaran Pokemon dengan Gojek”.
Fenonema Pokemon Go semakin membenarkan tesis Guy Debord, seorang filosof Perancis, tentang “The society of Spectacle”. Kata Guy: “In modern consumer society, imagery has become more significant than reality”. Dunia realitas telah tergantikan oleh dunia virtual. Dunia ruang tergantikan oleh dunia ‘pasca ruang’. Banyak orang mengejar kebahagian dunia virtual. Buktinya, si Pokemon itu bukan makhluk nyata, namun makhluk virtual ini dikejar-kejar. Dalam mengejar dan menangkap makhluk virtual inilah orang memperoleh apa yang disebutnya sebagai kebahagiaan.
Bagi seorang mukmin, fenomeno Pokemon Go sungguh mengusik kesadaran. Bagaimana tidak, kesadaran kita dijungkirbalikkan untuk mengejar kebahagiaan yang bersifat virtual dan ilusi. Padahal Quran mengajarkan bahwa “Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang ilusif.” (Al- Hadid: 20). “Wa mal hayaatud dunyaa illaa mataa’ul guruur”. Salah satu dari makna dari kata ‘guruur’ menurut Ibn Manzur adalah ‘tipuan’, ‘palsu’ atau ilusi.
Di luar fenomena Pokemon Go, kita acapkali dimabukkan oleh ikhtiar untuk menggapai kebahagiaan yang ilusif: harta, tahta dan wanita. Kita tersibukkan mengejar ‘guruur’. Padahal dalam surat yang sama (Al hadid: 20) Allah mengajarkan bahwa semua kesenangan dunia bersifat nisbi, tidak kekal, seperti tanaman yang tadinya segar kemudian menjadi kering dan akhirnya hancur. Begitulah, ekstasi kesenangan maupun balada kesedihan terus berputar di dunia fana ini. Di suatu hari kita bisa saja bersuka ria, berpesto pora. Keesokan harinya kita penuh dengan duka nestapa. Kita sering terjebak berjalan di atas “Hedonistic Roller Coaster”.
So, jika Anda mampu beli mobil, rumah, Alhamdulillah. Jika Anda mampu memiliki rumah megah Alhadmuillah. Jika Anda mampu memborong properti Alhamdulillah. Tapi semua itu hanya sebagai capaian yang bersifat sementara. Bukan ‘the ultimate goals’ dan hakiki dari tujuan hidup kita.
Qur’an memberitahu kita: Fir’aun yang paling berkuasa adalah orang gagal. Qarun yang kaya adalah orang yang gagal. Ibrahim yang tidak punya rumah adalah salah satu orang yang sukses dalam sejarah manusia. Yusuf yang pernah dibuang, menjadi budak dan dihukum adalah sosok manusia sukes. So guys, “success is nothing to do with wealth”.
Allah mengajarkan kepada kita tentang kesuksesan dan kebahagiaan hakiki” “Faman yuhyiha aninnar faudkhilal jannah faqad fazz”: “Whoever is freed from the hell fire and entered the jannah, he or she is successful” (QS. Ali Imran: 185).
So pasti: jangan tertipu oleh ‘guruur’, apalagi oleh si Pokemon !!!
Melbourne, 17/7/2016
Ustadz Endro Hatmanto